Senin, 19 April 2010
Israel Luncurkan Serangan darat Ke Jalur Gaza
Tank-tank dan buldoser Israel maju sekitar 500 meter ke timur kota Khan Yunis selatan pada Rabu malam, koresponden Press TV di Gaza melaporkan.
Akhir Maret, pasukan Israel menyeberang ke wilayah selatan Qarara dan kemudian menyerang wilayah Dair al-Balah di Gaza pusat.
Hari ini Kamis (8/4) setelah kendaraan lapis baja Israel melintas ke daerah dekat kota selatan Khan Yunis, menyebankan satu warga Palestina tewas dan beberapa lainnya luka-luka.
Pasukan Israel telah melakukan sejumlah serangan ke Gaza sejak Tel Aviv melancarkan perang 22-hari di jalur Gaza pada pergantian tahun 2009 lalu.
Operasi yang disebut Cast Lead menghancurkan sebagian besar infrastruktur di daerah kantong miskin Palestina, menewaskan lebih dari 1.400 orang, sebagian besar warga sipil. (fq/prtv)
Jangan Bakar Al-Qur'an Kami !!
Jumat, 16 April 2010
Di Balik Barak Militer AS, Tentera Muslim itu Dipanggil "Monyet" dan "Teroris"
Rekan-rekan Klawon di kemiliteran mengenalnya sebagai tentara yang baik dan disiplin. "Dia adalah prajurit terbaik di batalion kami. Tiap kali ada yang mengatakan apa yang bisa ia lakukan, dia akan melakukannya," kata dua kolega Klawon, Spc. Arnold Mendez dan Spc. Daniel Arndt.
Klawonn yang masih berusia 20 tahun, juga sering mendapat pujian dari para komandannya. Tapi menjadi seorang tentara AS yang beragama Islam, memberikan pengalaman berharga baginya. Ia merasakan sakitnya "luka" antara menjalankan tugasnya sebagai tentara dan statusnya sebagai muslim dalam kemiliteran AS.
"Ada orang-orang di kemiliteran yang tidak memberikan apapun kecuali memberikan perlakukan yang tidak pantas," kata Klawonn.
Sejak mendaftarkan diri ke kemiliteran, ia sudah mengalami berbagai pola pelecehan karena kemuslimannya. Mulai dari cara orang memanggil namanya, sampai mendapatkan ancaman dari teman seangkatan atau para opsir tentara lainnya. Kadang perlakuan buruk yang diterimanya, membuat Klawonn bertanya-tanya dalam hati apakah ia bisa bertahan di kemiliteran.
Klawon lahir di Maroko dan dibesarkan di Bradenton. Florida. Semasa di sekolah menengah, ia bergabung dengan tim golf dan bercita-cita menjadi pemain golf profesional. Tapi cita-citanya kandas, ketika pada usia 15 tahun, Klawon kehilangan ayahnya-seorang pensiunan angkatan udara AS-yang meninggal karena kanker.
Semasa hidup, ayahnya sering menceritakan pengalamannya saat masih bertugas di angkatan udara AS. Cerita-cerita itulah yang membuat Klawonn akhirnya berniat untuk menjadi tentara AS.
July 2008, Klawonn mendaftarkan diri ke kemiliteran AS meski ibunya tidak setuju. Begitu ia mengikuti latihan dasar kemiliteran, perlakuan diskriminasi karena latar belakang agamanya, mulai ia rasakan. Pernah dalam sebuah latihan perang, dari seluruh tentara yang ada, seorang komandan menunjuknya untuk berperan sebagai 'teroris' dalam latihan itu.
Klawon dan beberapa tentara lainnya kaget mendengar perintah komandan itu. "Sehelai kain dililitkan ke kepala Klawonn, membentuk seperti sorban. Kami diperintahkan untuk menangkapnya dan menembaknya ... saya harus menembak teman sendiri dalam latihan perang dan saya benar-benar tidak nyaman dengan situasi itu," ungkap teman seangkatan Klawonn, Pfc. Chad Jachimowicz.
Di lain kesempatan, kata Jachimowicz, ia sedang berjalan dengan Klawonn menuju ruang cuci pakaian dan melewati sebuah barak. Mereka lalu melihat lembaran kertas berserakan di lantai dan ternyata lembaran-lembaran kertas itu adalah lembaran ktab suci Al-Quran. Seseorang telah mencuri Al-Quran Klawon dan merusaknya.
Beberapa teman seangkatan Klawonn juga sering memanggilnya dengan nama yang buruk, seperti "monyet" atau "Zachari bin Laden". "Sebutan-sebutan itu sangat menyakitkan. Tapi yang paling berat adalah ketika mereka memanggil saya dengan sebutan 'teroris'. Mental saya langsung jatuh tiap kali mendengar sebutan itu," tukas Klawonn.
Klawonn tidak berdiam diri dengan berbagai perlakuan buruk yang diterimanya. Ia pernah mencoba melaporkan apa yang dialaminya pada atasannya, tapi malah dirinya yang dipindahkan ke basis militer lain.
Ketika ditanya tentang kasus Klawoon, pihak militer AS hanya mengatakan bahwa jajaran pimpinan tidak bisa memberikan komentar karena masih melakukan investigasi.
Pengalaman di Fort Hood
Klawonn pernah ditugaskan di basis militer Fort Hood pada bulan Desember 2008. Dan di tempat ini pun ia mengalami hal yang sama. Seseorang menyelipkan selembar kertas di sela-sela wiper truk tentara yang digunakannya dan selembar kertas itu bertuliskan "Hei, kusir unta, kembalilah ke tempatmu berasal."
Setahun setelah Klawonn ditempatkan di Fort Hood, terjadilah insiden penembakan yang dilakukan Mayor Nidal Hasan--tentara AS yang juga muslim--tepatnya pada tanggal 5 November 2009. Insiden itu menyebabkan 13 orang tewas dan belasan lainnya luka-luka.
Klawonn secara pribadi tidak kenal dengan Nidal Hasan, tapi setelah peristiwa itu terjadi ia merasa akan mengalami hal buruk lagi, karena ia seorang muslim.
"Saya tahu, orang akan dengan cepat dan secara otomatis akan membanding-bandingkan kami, hanya karena faktanya kami berdua muslim. Saat itu semua orang tidak mau mendekat dan bicara dengan saya. Saya merasa sudah tidak ada kepercayaan lagi dalam kelompok di sekeliling saya. Rumor yang saya dengar, orang-orang mengatakan 'hati-hati dengan Klawon, lihatlah apa yang dilakukan temannya'," tutur Klawonn.
Puncaknya terjadi pada bulan Februari. Sekitar jam 02.00 dinihari, Klawon baru saja akan memejamkan matanya tapi terbangun oleh suara pukulan keras di pintu kamarnya. Seseorang menendang dengan keras pintu kamar itu, Klawonn awalnya berpikir akan ada latihan mendadak, ia lalu membuka pintu.
Ia melihat sebuat kertas tertempel di pintunya dengan tulisan "F---k you, burn in hell." Klawonn mencoba mengejar pelakunya, namun tak berhasil. Ia melaporkan kejadian itu pada para komandannya dan solusinya, Klawonn dipindahkan ke basis militer lain dengan alasan demi keselamatannya.
Klawonn memang merasa lebih aman, tapi ia kecewa dengan cara militer menyelesaikan kasus yang dilaporkannya. "Laporan demi laporan, tidak penyelesaian atau keadilan atas laporan saya. Saya keluhkan masalah ini, mereka cuma menjawab penyelidikan masih dilakukan, selanjutnya kasus ini hilang tanpa bekas," ungkap Klawonn.
Pasca insiden bulan Februari, Klawonn diberi cuti selama 10 hari dan ia pulang ke Florida. Untuk pertama kalinya, ia menceritakan apa yang dialaminya pada keluarganya. Begitu kembali ke basis militer, Klawonn bertekad untuk melakukan sesuatu untuk mengungkap perilaku diskriminasi yang dialami tentara-tentara AS yang muslim di dalam barak militer. Tak diduga, Klawonn mendapatkan banyak dukungan.
Dorothy Carkskadon, seorang kapten di unit pasukan cadangan yang menjadi korban luka dalam insiden penembakan di Ford Hood adalah satu yang memberikan dukungan pada Klawonn.
Klawonn berharap apa yang dilakukannya bisa membantu muslim lainnya yang bertugas di dinas kemiliteran AS. Klawonn menginginkan, salat Jumat bisa dilakukan di basis-basis militer dan militer AS bisa melakukan sesuatu yang lebih untuk mencegah perlakuan diskriminasi terutama pada tentara yang muslim. (ln/isc/abc)
Kamis, 15 April 2010
Heboh,Guru Telanjang Di Depan Kelas
Guru Telanjang Di Depan Kelas, Seorang guru yang mencoba bertindak layaknya remaja trendy dengan membuka bajunya di depan siswanya, terancam kehilangan pekerjaan. Aksi guru yang tidak menutup tubuhnya dari pinggang ke atas tersebut, disaksikan oleh 30 anak muridnya yang sebagian besar berusia 14 tahun.
Martin Rouse (57), seorang guru di Sudbury Upper School, Suffolk, Inggris, menanggalkan bajunya di depan para siswa. Berdalih bertingkah untuk menyenangkan para murid, aksi konyol Rouse ini sempat direkam oleh seorang siswa dan diedarkan secara luas melalui Youtube.
Guru dengan berat badan lebih tersebut mengatakan tindakannya itu hanya untuk menghibur muridnya yang kelihatan bosan. Seperti diberitakan Daily Mail, Sabtu (5/12/2009)
Kepala sekolah setempat langsung memecat Rouse usai menonton video berdurasi 4 detik tersebut. Tidak hanya kehilangan pekerjaan di tempat dia mengajar, Rouse juga dikenakan pelarangan mengajar di 357 sekolah lain di Suffolk, oleh dewan kota setempat. Namun persatuan guru setempat menolak mencabut izin mengajarnya, dan memberinya teguran keras yang akan dicatat dalam laporan kerja Rouse selama dua tahun.
Anak 13 Tahun Sudah Jadi Ayah
Astaga! Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun telah menjadi ayah. Pacar anak tersebut baru saja melahirkan seorang bayi buah hubungan mereka.
ADVERTISEMENT
Alfie Patten, anak asal Inggris itu merasa senang memiliki bayi. “Saya pikir akan menyenangkan memiliki bayi,” kata Alfie yang wajahnya tampak jauh lebih muda dari usianya, seperti dilansir tabloid Inggris, The Sun, Jumat (13/2/2009).
Kekasih Alfie, Chantelle Steadman (15) melahirkan seorang bayi perempuan di Rumah Sakit Eastbourne, Sussex Timur, Inggris. Bayi tersebut diberi nama Maisie Roxanne.
Alfie berumur 12 tahun saat Chantelle mengandung bayi mereka. Keduanya memutuskan untuk tidak melakukan aborsi. Mereka terus merahasiakan kehamilan tersebut hingga saat usia kehamilan Chantelle 18 minggu, ibunya mencurigai tubuh putrinya yang semakin gemuk.
“Kami ingin memiliki bayi itu namun kami khawatir bagaimana orang akan bereaksi,” tutur Alfie yang tinggal bersama ibunya. Ayah Alfie, Dennis telah berpisah dari ibunya.
Senada dengan Alfie, Chantelle pun yakin akan menjadi orangtua yang baik bagi anak mereka. “Saya akan menjadi ibu yang hebat dan Alfie akan menjadi ayah yang hebat,” tutur Chantelle.
Meski usianya baru 13 tahun namun Alfie bukan ayah termuda di Inggris. Ayah termuda di Inggris adalah Sean Stewart. Dia menjadi ayah pada umur 12 tahun ketika kekasihnya yang juga tetangga sebelah rumahnya, Emma Webster (15), melahirkan anak mereka pada tahun 1998. Namun keduanya berpisah enam bulan kemudian.
Rabu, 14 April 2010
Gereja Tidak Memuliakan Kaum Perempuan
Skandal seks dan kekerasan di gereja, khususnya gereja Katolik, sebenarnya bukan isu baru. Meski demikian, terbongkarnya skandal seks dan kekerasan di lingkungan gereja Katolik lewat pengakuan para korban-korbannya baru-baru ini, memicu krisis di lembaga agama yang sangat menjunjung tinggi superioritas kaum lelaki itu.
Dalam artikel Newsweek berjudul "A Woman's Place Is in the Church", penulis Lisa Miller mengkritisi kebejatan para pendeta dibalik dinding gereja yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, mulai dari Amerika, Eropa, Irlandia, Brazil dan tempat-tempat lainnya. Pendeta-pendeta melakukan pelecehan seksual dan penganiayaan terhadap anak-anak dan remaja bukan di ruang-ruang Gereja Vatikan tapi di belakang halaman gereja mereka sendiri: saat berkemah, di dalam mobil, di asrama dan di bilik-bilik pengakuan dosa.
Para korbannya, baik anak lelaki maupun perempuan, hanya bisa menceritakannya dengan cara berbisik-bisik pada orang yang mereka percaya; ibu, tante atau nenek. Sedangkan korban yang memiliki keberanian lebih, yang mempertanyakan kebejatan itu atau berusaha mencari keadilan dari keuskupan malah dibungkam dan menutup rapat-rapat "rahasia" itu dari publik.
Saat telah terbongkar pun, para pemuka gereja Katolik ada yang dengan entengnya menanggapi berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh para pendeta-pendetanya. Kardinal Humberto Medeiros misalnya, cuma mengatakan, "Yang pasti, kita tidak bisa menerima perbuatan dosa, tapi kita tahu pasti bahwa kita harus mengasihi para pendosa", pada seorang ibu yang begitu marah karena tujuh anak lelaki dalam keluarganya menjadi korban "perbuatan menyimpang" di dalam gereja.
Miller dalam tulisannya berpendapat, munculnya perilaku bejat yang dilakukan agamawan di dalam gereja, bukan karena konsep membujang yang diterapkan gereja Katolik, bukan pula gelar keuskupan dan jubah kebesaran mereka yang memicu jurang pemisah antara para agamawan yang berkuasa itu dengan umatnya. Persoalannya ada pada para uskup dan kardinal yang mengelola institusi gereja yang hidup di balik dinding gereja pada masa pra-Pencerahan dunia.
Di balik dinding gereja, para agamawan itu tidak tersentuh oleh wacana demokrasi sebagai hasil dari revolusi Pranicis dan Amerika. Dalam masalah moralitas, mereka lebih membela kelompok-dalam hal ini gereja-diatas kepentingan pribadi serta memandang modernitas sebagai ancaman. Masyarakat Barat yang menganut sistem demokrasi kerap mengkritisi sistem hierarki gereja yang mengabaikan hak-hak pribadi.
Dengan melihat modernitas sebagai ancaman, para lelaki yang menguasai gereja Katolik dengan sengaja mengabaikan perkembangan zaman modern; keterlibatan kaum perempuan dalam sektor publik dan lapangan kerja. Meski dalam sejarah Katolik ada sosok perempuan, Bunda Maria, yang sangat mereka agungkan, tapi faktanya gereja Katolik memarginalkan kaum perempuan. Doa mereka yang menyebut nama perawan suci itu, jadi tidak bermakna.
Bukan cuma gereja Katolik yang menolak peran perempuan dalam gereja, aliran lainnya dalam Kristen, baru beberapa dekade ini saja mau menerima perempuan berkiprah dalam struktur gereja. Di Denmark, baru pada tahun 1948 seorang perempuan dari penganut Lutheran diberi hak pentasbisan Di AS, baru pada tahun 1976, seorang perempuan ditahbiskan menjadi pimpinan gereja episkopal.
Di gereja Katolik Roma, para agamawannya bukan hanya menghindari perkawinan, tetapi juga menghindari keintiman dengan perempuan dan hubungan profesional dengan perempuan dan tentu saja jauh dari kehidupan berkeluarga dimana ada anak-anak di dalamnya. Elaine Pagels, seorang profesor bidang agama di Princeton bahkan mengatakan bahwa ia melihat hierarki di gereja sangat tidak memperhatikan masalah kesejahteraan anak-anak.
"Buat Anda dan saya, hal ini sangat sulit dimengerti. Bagi kita, kelihatannya mereka sudah tidak sejalan dengan apa yang layaknya berlaku di dunia. Tapi, mereka memang tidak mau berurusan dengan dunia," kata Pagels.
Terbongkarnya kasus pelecehan seksual dan penyiksaan di dalam gereja, menjadi pertanda bahwa sudah saatnya gereja mereformasi diri. Upaya gereja Katolik untuk lebih berintegrasi dengan kehidupan dunia modern seperti termaktub dalam dokumen Dewan Vatikan Kedua di awal tahun 1960-an perlu dilanjutkan. Dokumen itu secara terbuka menyinggung soal peran serta perempuan dalam gereja.
Dalam kata penutup dokumen itu tertulis, "Saatnya sudah datang, dimana kaum perempuan dibutuhkan di dunia ini untuk memberikan pengaruh, dampak dan kekuatan seperti yang dicapai sekarang ini. Itulah sebabnya, pada masa kini ... kaum perempuan yang memiliki semangat Injil dapat melakukan banyak hal untuk mencegah runtuhnya kemanusiaan."
Pada tahun 1988, Paus Paulus II menguraikan dalam suratnya "Mulieris Dignitatem (Martabat Perempuan)" tentang sentralitas kaum perempan pada gereja, meski enam tahun kemudian, Paus menegaskan bahwa gereja menolak untuk mempertimbangkan pentahbisan perempuan menjadi imam gereja. (ln)
Remaja Inggris Bisa Tidur Sampai 13 Hari
Cantik dan cerdas. Itulah kesan pertama yang ditujukan bagi seorang remaja asal Inggris, Louisa Ball. Namun gadis berusia 15 tahun ini ternyata memiliki kebiasaan yang cukup menggelisahkan, yaitu tidur selama berhari-hari.
Menurut laman stasiun televisi NBC, Louisa kemungkinan mengidap suatu sindrom bernama Kleine-Levin, yang populer disebut “Penyakit Putri Tidur.” Tak heran, bila Louisa tahan terlelap bahkan hingga selama 13 hari.
Ibu Louisa, Lottie, mengungkapkan bahwa putrinya itu mulai mengalami kebiasaan yang tak wajar sejak setahun yang lalu. Awalnya, dia menderita gejala mirip flu. Namun setelah menderita gejala itu, Louisa sering diketahui tidur dalam jangka waktu yang sangat lama.
Selama terlelap, Louisa tampak tidak terganggu oleh guncangan atau dorongan. “Kami tidak mampu membangunan dia,” kata Lottie saat diwawancara NBC dalam suatu acara yang ditayangkan Jumat pekan lalu, 5 Februari 2010.
Kebiasaan itulah yang membuat Lottie resah. Pasalnya, akibat tidur dalam jangka waktu lama, Louisa justru sering melewatkan jam makan. “Saya sering berkata kepada dia, ‘Louisa, ayo bangun bangun. Makanlah dulu.’ Dia tampaknya tidak punya tenaga hanya untuk membuka kelopak matanya,” kata Lottie.
Louisa kini lebih sering menghabiskan waktu untuk tidur, baik itu saat liburan keluarga, saat rehat latihan menari, bahkan pada saat ujian sekolah.
Dia sendiri juga mengaku resah karena bisa tidur berlama-lama. “Saya sudah begitu kesal karena mengalami penyakit ini, sudah tentu banyak hal yang telah saya lewatkan,” kata Louisa seperti dikutip harian News of The World akhir Januari lalu. “Saya tidak bisa ingat apapun saat bangun. Saya pun berpikir, ‘Mengapa ini terjadi pada diri saya’,” lanjut dia.
Sejak tahun lalu, Louisa diperiksa tim dokter di Rumah Sakit St. George’s di Tooting, Inggris. Menurut diagnosa dokter, dia menderita Sindrom Kleine-Levin, yang membuat penderita bisa tertidur dalam jangka waktu yang lama. Penderita sempat terjaga untuk beberapa saat, namun akan merasa linglung dan tidak benar-benar sadar.
Di penjuru dunia, penderita sindrom itu diperkirakan sebanyak 1.000 orang. Menurut dokter, Penyakit Putri Tidur itu sering menyerang remaja, terutama berusia antara 8 hingga 12 tahun. Namun, sindrom itu bisa hilang dengan sendirinya.
Tim dokter sejauh tidak tahu persis apa penyebabnya dan bagaimana menyembuhkan penderita Penyakit Putri Tidur. Kini, Louisa hanya bisa berharap bahwa sindrom itu bisa segera hilang dengan sendirinya. “Saya berharap suatu hari nanti bisa terbebas dari masalah itu,” kata Louisa.